BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sistem reproduksi adalah sekelompok struktur terorganisir yang memungkinkan
penciptaan, atau reproduksi, kehidupan baru bagi kelanjutan spesies. Reproduksi
manusia adalah seksual, yang berarti bahwa baik laki-laki dan seorang perempuan
memberikan kontribusi materi genetik dalam pembentukan individu baru.
Di dalam sistem reproduksi ini terdapat hubungan yang saling
berkaitan dengan sistem lainnya di dalam tubuh. Keterkaitan hubungan sistem
reproduksi dengan berbagai sistem lain di dalam tubuh ini dipengaruhi oleh
hormon-hormon pada reproduksi yaitu hormon testosteron pada kelenjar testis dan
hormon esterogen dan progesteron pada kelenjar ovarium. Hormon-hormon inilah
yang memberikan kaitan antara sistem reproduksi dengan sistem lainnya. Contoh
lain pada sistem reproduksi wanita misalnya wanita hamil biasanya mengalami
mual dan muntah yang artinya terdapat keterkaitan antara sistem reproduksi
dengan sistem gastrointestinal. Dengan melihat hubungan tersebut pada makalah
ini penulis akan membahas hubungan sistem reproduksi dengan berbagai sistem
lainnya yamg ada di dalam tubuh manusia.Seluruh sistem yang ada di dalam
tubuh manusia pasti dalam kinerjanya akan selalu berhububungan antara satu
dengan yang lain oleh karena itu di dalam makalah ini akan dibahas hubungan
sistem reproduksi dengan sistem lainnya seperti ;
a. Sistem
Reproduksi dengn Sistem Kardiovaskuler
b. Sistem
Reproduksi dengan Sistem Saraf
c. Sistem
Reproduksi dengan Sistem Urinaria
d. Sistem
Reproduksi dengan Sistem Integumen
e. Sistem
Reproduksi dengan Sistem Muskuloskeletal
f. Sistem
Reproduksi dengan Sistem Pencernaan
g. Sistem
Reproduksi dengan Sistem Hematologi
h. Sistem
Reproduksi dengan Sistem Imunologi
B. Rumusan
Masalah
Ada pun
rumusan masalah yang di jelaskan pada makalah ini, sebagai berikut:
1. Bagaimana
Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Kardiovaskuler ?
2. Bagaimana
Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Saraf ?
3. Bagaimana
Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Urinaria ?
4. Bagaimana
Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Integumen ?
5. Bagaimana
Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Muskuloskeletal ?
6. Bagaimana
Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Pencernaan ?
7. Bagaimana
Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Hematologi ?
8. Bagaimana
Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Imunologi ?
C. Tujuan
Tujuan yang di
inginkan dalam pembuatan makalah ini, sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui hubungan sistem reproduksi dengan sistem Kardiovaskuler
2. Untuk
mengetahui hubungan sistem reproduksi dengan sistem Saraf
3. Untuk
mengetahui hubungan sistem reproduksi dengan sistem Urinaria
4. Untuk
mengetahui hubungan sistem reproduksi dengan sistem Integumen
5. Untuk
mengetahui hubungan sistem reproduksi dengan sistem Muskuloskeletal
6. Untuk
mengetahui hubungan sistem reproduksi dengan sistem Pencernaan
7. Untuk
mengetahui hubungan sistem reproduksi dengan sistem Hematologi
8. Untuk
mengetahui hubungan sistem reproduksi dengan sistem Imunologi
BAB
II
PEMBAHASAN
Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem
lain
A. Sistem
Reproduksi dengan Sistem Kardiovaskuler
Sistem
reproduksi wanita dan laki-laki menerima darah oleh pembuluh darah yang
merupakan cabang-cabang dari pembuluh darah besar dalam tubuh, dengan sentral
pada jantung, sehingga jika terdapat kelainan pada jantung contohnya
cardiomyopathy, kelainan katub jantung, arritmia. Maka akan berakibat juga pada organ-organ
reproduksi, misalnya pada laki-laki sering terjadi disfungsi ereksi, ketidak
mampuan dalam melakukan
hubungan seksual karena penambahan beban jantung saat aktifitas coitus. Dan jika
seorang wanita hamil maka beban jantung bertambah berat, akibatnya jika sudah
ada penyakit jantung
maka penyakitnya jantungnya akan bertambah parah, dan penyakit jatung tersebut
akan mengakibatkan komplikasi pada kehamilannya sehingga bisa terjasi abrtus,
BBLR, kematian janin dan ibu saat hamil dan bersalin. Saat seseorang berhubungan seksual aliran
darahnya akan meningkat. Jika aliran darah meningkat, maka kebutuhan energi dan
metabolismenya pun meningkat. Meningkatnya kebutuhan energi dan metabolisme ini
akan memacu jantung berdetak lebih cepat. Bila kondisi jantung tidak normal,
detak jantung yang semakin cepat dapat membuat beban jantung semakin berat.
Kondisi ini bisa berakibat pada gagal jantung.
Pada
dua trimester pertama kehamilan, volume darah ibu yang bersirkulasi meningkat
40% (dari 3500 cm³ menjadi 5000 cm³). Penambahan volume ini disebabkan oleh
menguatnya sistem renin-angiotension. Estrogen plasenta meningkatkan produksi
angiotensinogen oleh hati, dan estrogen bersama dengan progesteron meningkatkan
produksi enzim proteolitik, renin oleh ginjal. Renin memecah angiotensinogen
untuk membentuk angiotensin I, yang dikonversi menjadi angiotensin II (AII) di
dalam paru dan tempat lain. Peningkatan jumlah AII bekerja pada zona
glomerulosa kelenjar adrenal untuk meningkatkan produksi aldosteron. Aldosteron
merangsang penambahan volume melalui retensi natrium dan air. Kapasitas
pengangkut oksigen harus dipertahankan saat terjadinya peningkatan volume darah
yang bersirkulasi. Absorpsi besi meningkat untuk memenuhi kebutuhan akan
peningkatan hemoglobin selama terjadi penambahan volume.
Hilangnya
respon vaskuler perifer terhadap AII menyertai peningkatan volume darah yang
bersirkulasi. AII merupakan vasokonstriktor poten dan hilangnya respon AII menyebabkan
penurunan tekanan darah ibu selama awal trimester kedua. Hipotensi relatif ini
terlihat pada sebagian besar wanita yang hamil walaupun terdapat peningkatan
kadar AII. Tekanan darah ibu perlahan-lahan akan meningkat seperti kadar
sebelum kehamilan pada trisemester ketiga. Progesteron merangsang relaksasi
otot polos secara keseluruhan sehingga berperan pada perubahan tekanan darah
ibu.
Gangguan
Pada Sistem
Cardiovaskular, dapat terjadi peningkatan kolesterol, HDL
turun, LDL tinggi sehingga timbul penyakit jantung koroner. Karena terbukti bahwa progesteron dapat
menurunkan kadar HDL sehingga LDL dalam kondisi normal.
·
Peran Vaskuler (Pembuluh Darah)
Ereksi sebenarnya
sangat terkait dengan darah dan pembuluh darah. Ereksi disebabkan darah yang
mengisi rongga penis sampai maksimal (dibatasi ukuran rongga, pembatas tunica
albuginea). Proses pengisian ini membutuhkan pembuluh darah yang berfungsi
baik. Tingkat ereksi tergantung pada keseimbangan aliran darah arteri menuju
dan keluar dari rongga penis. Ketika aliran darah arteri rendah atau sedikit
maka penis dalam kondisi tidak ereksi (flaccid). Bila aliran darah arteri
menuju rongga penis meningkat dan aliran darah vena keluar terhambat, maka
darah akan mengisi rongga penis, terjebak disana dan terjadilah ereksi. Banyak
sedikitnya aliran darah dipengaruhi vasokonstriksi dan vasodilatasi pembuluh
darah. Kedua hal tersebut terjadi karena kemampuan kontraksi dan relaksasi otot
polos dinding pembuluh.
B. Sistem
Reproduksi dengan Sistem Saraf
Sistem
reproduksi dipersyarafi oleh saraf yang merupakan cabang dari saraf yang keluar
dari tulang belakang dengan koordinasi pada otak. Jika terjadi kelainan ada
saraf tersebut maka akan mengakibatkan gangguan pada sistem reporduksi,
misalnya disfungsi ereksi, dan gangguan ejakulasi.
Sistem
saraf merupakan salah satu bagian yang menyusun sistem koordinasi yang bertugas
menerima rangsangan, menghantarkan rangsangan ke seluruh bagian tubuh, serta
memberikan respons terhadap rangsangan tersebut.
Pengaturan penerima rangsangan dilakukan oleh alat indera, pengolah rangsangan dilakukan oleh saraf pusat yang kemudian meneruskan untuk menanggapi rangsangan yang datang dilakukan oleh sistem saraf dan alat indera.
Pengaturan penerima rangsangan dilakukan oleh alat indera, pengolah rangsangan dilakukan oleh saraf pusat yang kemudian meneruskan untuk menanggapi rangsangan yang datang dilakukan oleh sistem saraf dan alat indera.
Ereksi
adalah proses yang otonom atau tidak bisa dikontrol karena melibatkan otot
polos pembuluh darah dan jaringan erektil. Pada saat kondisi flaccid, saraf
otonom yang dominan adalah saraf simpatis. Saraf simpatis mempunyai efek merangsang kontraksi otot polos pembuluh darah dan jaringan
erektil. Akibatnya, karena terjadi vasokonstriksi arteri dan kontraksi otot
polos jaringan erektil (corpus cavernosum dan spongiosa) maka aliran menuju
rongga penis akan rendah. Sebaliknya pada saat kondisi ereksi, stimulasi
parasimpatis dominan. Parasimpatis menyebabkan vasodilatasi arteri dan relaksasi
otot polos jaringan erektil sehingga aliran darah ke penis meningkat.
Ketika seorang pria telah mencapai tingkat rangsangan
yang cukup, ejakulasi pun dimulai. Pada titik itu, di bawah
kendali sistem saraf parasimpatik, air mani yang mengandung sperma dimuncratkan
keluar. Air mani yang dikeluarkan melalui uretra disertai dengan irama
kontraksi. kontraksi ritmis ini adalah bagian dari ejakulasi laki-laki. Mereka
dihasilkan oleh otot bulbospongiosus di bawah kendali refleks tulang belakang
pada tingkat saraf tulang belakang S2-4 melalui saraf pudenda. Ejakulasi
laki-laki yang khas berlangsung beberapa detik.
Sumber
sinyal syaraf sensoris yang paling penting untuk memulai aksi seksual pria
adalah glans penis. Glan penis mengandung sistem organ-akhir sensorik yang
sangat sensitif yang meneruskan modalitas sensasi khusus yang disebut sensasi
seksual kedalam sistem syaraf pusat. Aksi gesekan meluncur pada hubungan
seksual terhadap glans penis merangsang organ-akhir sensoris, dan sinyal
sensasi seksual selanjutnya menjalar syaraf pudendus, kemudian melalui pleksus
sakralis kedalam bagian sakral dari medula spinalis, dan akhirnya dari medula
sampai ke daerah yang belum diidentifikasi dari otak.
Implus
dapat juga masuk ke medula spinalis dari daerah yang berdekatan dengan penis
untuk membantu merangsang aksi seksual. Contohnya, rangsangan pada epitel anus,
skrotum, dan struktur perinium secara umum dapat mengirim sinyal ke medula yang
akan meningkatkan sensasi seksual. Sensasi seksual bahkan dapat berasal dari
struktur internal, seperti diarea uretra, kandung kemih, prostat,
vesikulaseminalis, testis, dan vas deferens. Bahkan salah satu penyebab dari
dorongan seksual adalah pengisian organ seksual dengan sekret. Infeksi ringan
dan inflamasi pada organ seksual ini kadang-kadang menyebabkan hasrat seksual
yang terus menerus dan beberapa obat afrodisiak seperti cantharidan
meningkatkan hasrat seksual dengan mengiritasi kandung kemih dan mukosa uretra
yang akan menginduksi inflamasi dan kongesti vaskular.
Seperti
pada aksi seksual pria, keberhasilan kinerja dari aksi seksual wanita
bergantung baik pada rangsangan fisik maupun pada rangsangan seksual setempat.
Membayangkan pikiran seksual dapat membangkitkan hasrat seksual wanita dan
hasrat ini akan sangat membantu dalam kinerja aksi seksual wanita. Hasrat
semacam ini sebagian besar didasarkan pada kebiasaan latar belakang seseorang
demikian juga keinginan fisiologinya, walaupun hasrat seksual tidak akan
meningkatkan sebanding dengan kadar hormon-hormon seksual yang disekresikan.
Hasrat juga berubah selama siklus bulanan seksual, mencapai puncaknya menjelang
ovulasi, kemungkinan karena kadar sekresi estrogen yang tinggi selama periode
praovulasi.
Rangsangan
seksual setempat pada wanita terjadi kurang lebih sama seperti pria, karena
pemijatan dan tipe rangsangan lain pada vulva, vagina dan daerah perineal
lainya dapat menciptakan sensasi seksual. Glans klitoris sangat peka untuk
membangkitkan sensasi seksual.
Seperti
pada pria, sinyal sensoris seksual diteruskan ke segmen sakralis medula melalui
saraf pudendus dan pleksus sakralis. Sekali sinyal ini masuk ke medula
spinalis, sinyal akan diteruskan ke serebrum. Refleks setempat yang
terintegrasi pada segmen sakralis dan lumbalis medula spinalis juga bertanggung
jawab terhadap sebagian pembentukan reaksi pada organ seksual wanita.
C. Sistem
Reproduksi dengan Sistem Urinaria
Keduanya
sangat berhubungan khususnya secara anatomi, pada laki-laki uretra bergabung
dengan tempat penyaluran keluar sperma, pada wanita uretra berdekatan dengan
vagina dan terletak pada vesti bulum di vulva, selain itu vesica urinaria
berada di depan uterus.
Jika
terjadi infeksi pada saluran kencing maka akan mudah pula terjadi infeksi pada
sistem reproduksi atau sebaliknya.
Laju
filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate, GFR) maternal dan aliran
plasma ginjal (renal plasma flow, RPF) mulai meningkat pada awal kehamilan.
Pada pertengahan kehamilan, GFR maternal meningkat sebesar 50%; dan tetap
meningkat selama kehamilan. Sebaliknya RPF maternal mulai menurun pada
trisemester ketiga. Ini menyebabkan fraksi filtrasi ginjal meningkat selama
sepertiga akhir kehamilan. Akibat
peningkatan GRF, kreatinin dan ureum serum pada kehamilan lebih rendah
dibandingkan pada keadaan tidak hamil. Bersihan kreatinin meningkat.
Peningkatan
natrium yang terfiltrasi sebesar 60-70% juga menyertai peningkatan GFR.
Progesteron menyebabkan terjadinya buangan natrium dengan cara mempengaruhi
resorpsi natrium pada tubulus proksimal ginjal. Sebagai responnya, aldosteron meningkat
sekitar 2-3 kali kadar normal.
Kapasitas
reabsorpsi tubulus ginjal yang relatif tetap disertai dengan peningkatan GFR
menyebabkan penurunan reabsorpsi glukosa dari tubulus proksimal pada ginjal
wanita hamil. Dengan demikian glukosa dapat terdeteksi dalam urin pada 15%
wanita hamil yang normal. Namun setiap wanita hamil dengan glikosuria harus
diperiksa apakah mengalami diabetes atau tidak.
Volume
cairan urin yang terdapat di dalam pelvis ginjal dan ureter dapat meningkat dua
kali lipat pada separuh akhir kehamilan. Sistem pengumpul ginjal berdilatasi
selama kehamilan akibat obstruksi mekanis oleh uterus yang hamil disertai
dengan efek relaksasi dari progesteron terhadap otot polos. Dilatasi ini
menurunkan kecepatan aliran urin di sepanjang sistem renal dan meningkatkan
risiko terjadinya infeksi ginjal akut pada ibu.
D. Sistem
Reproduksi dengan Sistem Integumen
Ujung saraf di kulit
dan subkutan berespon terhadap stimulus erotik dan berkontribusi terhadap
kepuasan seksual. Gerakan menghisap bayi pada puting susu ibu menstimulasi
ujung saraf di kulit dan menyebabkan keluarnya ASI.
Kelenjar susu
(modifikasi dari kelenjar keringat) memproduksi ASI. Kulit mengalami pelebaran
(hiperplasia) selama kehamilan terkait pertumbuhan fetus. Hormon-hormon seks
mempengaruhi distribusi rambut, sel adiposa dan perkembangan kelenjar payudara.
Jika seorang wanita tidak menghasilkan estrogen dan progesteron antara lain
kulit menjadi kering, menipis, keriput, kuku rapuh, gatal-gatal, mata kering,
selaput lendir pada mulut kering dan mudah terjadi luka, mukosa vagina menjadi
kering sehingga sakit saat berhubungan.
Pada masa kehamilan,
hormon melanotropik yang bersirkulasi meningkat selama kehamilan akibat
peningkatan produksi molekul prekursor POM-C. MSH meningkatkan wana kulit
menjadi lebih gelap di daerah pipi (kloasma/topeng kehamilan) dan warna yang
lebih gelap pada darah linea alba, yaitu suatu garis yang sedikit berpigmen
pada kulit dari umbilikus sampai pubis. Rambut juga dapat mengalami kerontokan
akibat sinkronisasi siklus pertumbuhan folikel rambut selama kehamilan.
Hubungan sistem reproduksi dengan sistem integumen juga dipengaruhi oleh hormon
estrogen dan progesteron. Gangguan yang dapat terjadi pada sistem integumen
jika seorang wanita tidak menghasilkan estrogen dan progesteron antara lain
kulit menjadi kering, menipis, keriput, kuku rapuh, gatal-gatal, mata kering,
selaput lendir pada mulut kering dan mudah terjadi luka, mukosa vagina menjadi
kering sehingga sakit saat berhubungan. Rambut menipis dan tumbuh bulu diatas
bibir.
Pada reproduksi
pria, terdapat perbedaan kulit pada penis yang di sirkumsisi dan yang tidak di
sirkumsisi. Pada pria yang tidak disunat (sirkumsisi), kulit depan (preputium)
membentang mulai dari korona menutupi glans penis. Selain itu, saat memasuki
usia pubertas terjadi perubahan pada sistem integumen diantaranya tumbuhnya
rambut pada daerah aksila dan pubis, serta terdapat kumis, jenggot, bulu dada,
dan bulu kaki yang lebih lebat. Hal ini dipengaruhi oleh hormon testosteron dan
genetik.
Testosterone menigkatkan ketebalan kulit di
seluruh tubuh dsn meningkstksn kesasaran jaringan subkutan. Testosterone
juga meningkatkan kecepatan sekresi beberapa atau mungkin semua kelenjar
sebasea tubuh. Yang paling penting adalah kelebihan sekresi
oleh kelenjar sebasea wajah, karena hal tersebut dapat menyebabkan akne. Oleh karena
itu, akne merupakan salah satu, gambaran umum dari remaja pria ketika tubuh
pertama kali mengenali peningkatan sekresi testosterone.
Baik pada anak
laki-laki maupun perempuan mengalami perubahan kulit, kelenjar minyak menjadi
lebih aktif, yang menyebabkan jerawat dan bintik hitam. Kelenjar keringat
menghasilkan keringat lebih banyak yang menyebabkan bau badan.
Pembuluh-pembuluh darah kulit berdilatasi sebagai respon terhadap rangsangan
emosional, yang menyebabkan blusing (kemerahan).
E. Sistem
Reproduksi dengan Sistem Muskuloskeletal
Hilangnya massa tulang pada wanita
sebenarnya dimulai pada usia 30an. Keadaan ini terjadi lebih cepat pada menopause.
Kehilangan massa tulang yang paling cepat terjadi dalam 3-4 tahun pertama
setelah menopouse. Gejala ini terjadi lebih cepat pada wanita yang merokok dan
sangat kurus. Tempat yang paling sering terjadi fraktur akibat osteoporosis
adalah korpus vetebra, suatu akibat yang secara klinis mungkin dikeluhkan
sebagai nyeri punggung. Femur bagian atas, humerus, iga, dan lengan bagian
distas juga sering terkena akibat kehilangan masa tulang pasca menopouse.
Fraktur femur bagian atas yang mengenai sendi panggul dapat membahayakan nyawa
karena adanya resiko tromboemboli vena yang menyertai. Osteoporosis yang
disebabkan oleh difisiensi estrogen yang berkepanjangan meliputi penurunan
kuantitas tulang tanpa perubahan pada komposisi kimianya. Pembentukan tulang oleh
osteblas normal pada wanita yang mengalami defisiensi estrogen namun kecepatan
resorpsi tulang oleh osteoklas meningkat. Tulang trabekular adalah yang pertama
terkena, diikuti oleh tulang kortikal. Estrogen tampaknya bekerja berlawanan
dengan efek hormon paratiroid pada mobilisasi kalsium. Hal ini terjadi sebagai
efek langsung dari estrogen pada tulang karena reseptor estrogen di temukan
pada sel-sel tulang yang dikultur.
Pada reproduksi pria,
penis dilalui oleh sebagian dari uretra yang bekerja sebagai jalannya sperma
maupun untuk ekskresi urin. Otot sfingter kecil mencegah masuknya sperma ke
dalam vesica urinaria dan mencegah keluarnya sperma dan urin secara
bersama-sama. Saat terdapat rangsangan seksual, otot-otot dasar pelvis
(bulbocavernosus dan ischiocavernosus) ikut berperan pada ereksi, tetapi
sebagian besar ereksi ini disebabkan oleh perubahan pada ketiga jaringan batang
spongiosa tersebut. Pembuluh darah yang terdapat di dalam batang spongiosa
mengalami dilatasi dan cepat terisi dan digembungkan oleh darah apabila terjadi
respon terhadap rangsangan seksual yang menyebabkan saraf-saraf autonom memacu
dinding-dinding otot polosnya. Bila cavernae terisi darah, maka penis akan
menjadi keras, berdiri tegak, dan mengarah ke depan.
Peningkatan
otot yang mengikuti masa pubertas menjadi salah satu karakteristik pria
terpenting. Rata-rata sekitar 50% massa otot pria meningkat melebihi massa otot
wanita. Hal ini juga berhubungan dengan peningkatan protein di bagian lain dari
tubuh tidak berotot.Banyak perubahan pada kulit juga juga disebabkan oleh
penumpukan protein dikulit. Karena pengaruh testosterone dan androgen lain yang
sangat besar pada otot tubuh, androgen sintetik digunakan secara luas oleh
atlet untuk meningkatkan kinerja otot mereka.
F. Sistem
Reproduksi dengan Sistem Pencernaan
Gusi hiperemi,
berongga, dan membengkak. Gusi cenderung mudah berdarah karena kadar estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan
vaskularitas selektif dan poliferasi jaringan ikat (gingivitis tidak spesifik). Nafsu makan
berubah selama ibu hamil. Pada trimester pertama sering terjadi penurunan nafsu makan
akibat mual (nausea) dan / atau muntah (vomitus). Mual dan muntah adalah
masalah umum selama awal kehamilan. Banyak wanita yang merasa mual yang
menyatakan keletihan. Wanita yang merasa mual sering mengatakan keletihan dari
pada mereka yang tidak mual, namun wanita yang merasa mual berat mengatakan
keletihan yang lebih berat. Gejala ini muncul pada sekitar setengah jumlah
kehamilan dan merupakan akibat perubahan pada saluran cerna dan peningkatan
kadar hCG dalam darah. Pada trimester kedua, nausea dan vomitus lebih jarang
dan nafsu makan meningkat. Peningkatan nafsu makan ini memenuhi kebutuhan untuk
pertumbuhan janinada sekitar 15% sampai 20% wanita hamil, herniasi bagian atas
lambung (hiatus hernia) terjadi setelah bulan ke tujuh atau ke delapan
kehamilan. Peningkatan produksi estrogen menyebabkan penurunan sekresi asam hydrochloride.
Peningkatan produksi progesterone menyebabkan tonus dan motilitas otot polos
menurun, sehingga terjadi regergitasi esofagus, peningkatan waktu pengosongan
lambung, dan peristalsis balik. Kandung empedu cukup sering distensi akibat
penurunan tonus otot selama masa hamil. Peningkatan waktu pengosongan dan
pengentalan empedu biasa terjadi. Gambaran ini, bersama hiperkolesterolemia
ringan akibat peningkatan kadar progesterone, dapat menyebabkan pembentukan
batu empedu selama masa hamil.
G. Sistem Reproduksi dengan Sistem Endokrin
FSH
merangsang spermatogenesis, sedangkan LH merangsang sekresi testosterone dan
mempertahankan spermatogenesis.Kerja FSH dan testosterone terlaksana dengan
jalan merangsang sel sertoliuntuk
membentuk senyawa yang diperlukan untuk maturasi sperma. Sekresi FSH diatur
melalui mekanisme umpan balik negative yaitu peningkatan sekresi dari sel
sertoli
Efek testosteron ;
1. Pada janin : merangsang diferensiasi dan perkembangan
alat genital kearah pria, pengatur pola jantan (pria), dan pengontrolan
hipotalamus terhadap sekresi gonadotropin setelah pubertas.
2. Pada pubertas : mempengaruhi sifat kelamin sekunder yaitu perkembangan
bentuk tubuh, perkembangan alat genital, distribusi rambut, pembesaran laring,
dan sifat agresif.
Fungsi seksual dan
reproduksi wanita dibagi dalam dua fase yaitu persiapan tubuh untuk konsepsi
dan kehamilan (periode kehamilan).
Sistem hormon wanita :
1. Luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH)/hormone releasing hipotalamus: hormone
dari hipotalamus dihasilkan di perikarion neuron hipotalamus, terikat oleh
reseptor gonadotrofin untuk merangsang produksi hormon luteinizing dan merangsang follicle
stimulating hormone dan penurunan produksi pelepasan gonadotrofin
2. Hormon hipofisis anterior yaitu FSH dan LH yang
disekresi akibat respon terhadap releasing hormone di hipotalamus berfungsi
untuk memicu sintesis steroid di ovarium.
Pembentukan reseptor LH : hormon disekresi akibat
respon terhadap releasing hormon di
hipotalamus untuk memicu sintesis steroid di ovarium. Pembentukan reseptor LH
di lapisan granulosa mulai terjadi apabila terdapat peningkatan konsentrasi gonadotrofin praovulasi meskipun belum
terdapat ovulasi LH yang dapat dijumpai dalam jumlah besar dalam sel-sel
granulosa dan zalir folikel, meletakkan dasar kerja korpus luteum selama fase luteal.
Selama proses ovulasi,
di dalam sel granulosa terjadi perubahan sintesis steroid dari estrogen menjadi
progesterone. Pada proses pecahnya folikel sampai terjadinya ovulasi,
vaskularisasi pada lapisan granulosa akan meningkat sehingga jumlah
progesterone juga akan meningkat dalam serum.
·
Pada
proses kehamilan
1. Hormon
Estrogen Ketika terjadi
kehamilan pada diri seorang perempuan, maka tubuh bereaksi dengan membentuk perubahan-perubahan dan segera
memproduksi hormon-hormon kehamilan guna mendukung kelangsungan kehamilan. Hormon-hormon
kehamilan ini
bertujuan guna mendukung kehamilan yang berlangsung khususnya agar janin dapat tumbuh dan berkembang dengan
baik dan sehat. Ada baiknya para
ibu hamil mengetahui mengenai hormon yang diproduksi selama kehamilan berikut
fungsi dan efek yang dihasilkan olehnya, agar tidak terjadi salah pengertian
atau malah menjadikannya mitos
kehamilan terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi selama kehamilan.Berikut ini adalah beberapa
hormon yang diproduksi selama kehamilan, berikut fungsi dan dampak yang
dihasilkan, yaitu:
2. Hormon
Kehamilan HCG (Human Chorionic Gonadotrophin)
Hormon kehamilan ini
hanya ditemukan pada tubuh seorang wanita hamil yang dibuat oleh embrio segera
setelah pembuahan dan karena pertumbuhan jaringan
plasenta. Hormon kehamilan yang dihasilkan oleh villi choriales ini berdampak pada meningkatnya produksi
progesteron oleh indung telur sehingga menekan menstruasi dan menjaga kehamilan. Produksi HCG
akan meningkat hingga sekitar hari ke 70 dan akan menurun selama sisa
kehamilan. Hormon kehamilan HCG mungkin mempunyai fungsi tambahan, sebagai
contoh diperkirakan HCG mempengaruhi toleransi imunitas pada kehamilan. Hormon
ini merupakan indikator yang dideteksi oleh alat
test kehamilan yang
melalui air seni. Jika, alat test kehamilan mendeteksi adanya peningkatan kadar
hormon HCG dalam urine, maka alat test kehamilan akan mengindikasikan sebagai terjadinya kehamilan atau hasil test positif Dampak. Kadar HCG yang tinggi dalam darah menyebabkan
mual-muntah (morning
sickness).
3. Hormon
Kehamilan HPL (Human Placental Lactogen)
Adalah hormon yang
dihasilkan oleh plasenta, merupakan hormon protein yang merangsang pertumbuhan
dan menyebabkan perubahan dalam metabolisme karbohidrat dan lemak. Hormon
kehamilan ini berperan penting dalam produksi
ASI. Kadar HPL yang rendah mengindikasikan plasenta yang tidak
berfungsi dengan baik.
·
HAID
Siklus haid
melibatkan kelenjar hipotalamus, kelenjar hipofise, kelenjar ovarium dan
endometrium. Keempatnya ini akan saling mengirim signal dan saling
mempengaruhi. Hipotalamus yang
berada ada sella tursika menghasilkan hormon Gonadotropin Releasing Hormon
(GnRH) yang terdiri dari FSH-RH dan LH-RH. Pertama FSH-RH dihasilkan dan
efeknya akan memberi pengaruh pada hipofise sehingga hipofise menghasilkan FSH.
FSH ini akan mempengaruhi ovarium, yang mengakibatkan terjadinya gametogenesis
(Oogenesis). Pada proses oogenesis, follikel akan berkembang dari follikel
primer sampai dengan follikel de graff. Saat pada follikel ini sudah terbentuk
apisan-lapisan (teka follikel) maka sel-sel pada teka interna akan
menghasillkan hormon estrogen. Hormon estrogen ini akan menimbulkan proliferasi
dari dinding endometrium. Apabila sel telur sudah matang (sudah menjadi
follikel de garff) atau saat garis tengah follikel mencapai 18 – 22 µm dan
konsentrasi estrogen mencapai 600-1200 pmol/lt, hipotalamus akan menerimanya
sebagai signal bahwa follikel sudah matang dan diperlukan proses selanjutnya,
sehingga hipotamus mengeluarkan GnRH kedua yaitu LH-RH, dan mengakibatkan
hipofise mengeluarkan hormon LH dan terjadi lonjakan kadar LH, yang berakibat
pecahnya follikel de graff atau terjadi OVULASI. Bekas cangkak dari follikel de
graff yang sudah pecah akan tetap di dalam ovarium dan disebut Corpus Luteum.
Corpus luteum ini menghasilkan hormon progesteron. Hormon ini akan menyebabkan
dinding endometrium menjadi berkelok-kelok dan semakin menebal (fase sekresi).
Penebalan dinding rahim ini disiapkan untuk proses implantasi hasil konsepsi.
Jika tidak terjadi konsepsi, corpus luteum hanya akan bertahan dalam waktu
pendek (14 hari), dan setelah itu berdegenerasi menjadi corpus albicans. Dan
hormon progesteron tidak dihasilkan lagi sehingga proses penebalan dinding
endometrium terhenti, dan terjadilah peluruhan dinding rahim yang disebut
menstruasi/haid.
Selain estrogen dan
progesteron,wanita juga menghasilkan hormon testoseteron dalam jumlah yang
sangat sedikit. Hormon ini berfungsi untuk merangsang dorongan seksual dan
merangsang pembentukan otot, tulang, kulit, organ seksual dan sel darah merah.
Hormon ini selain
dihasilkan oleh ovarium juga dihasilkan oleh kelenjar endokrin.
Fungsi hormon
testosteron Pada Pria :
1. Memacu
pertumbuhan penis dan testis/karakteristik seks primer pria.
2. Memacu
pertumbuhan karakteristik seks sekunder laki-laki
3. Memacu
spermatogenesis.
4. Mempengaruhi
perilaku seksual laki-laki
H. Sistem Reproduksi dengan Sistem Respirasi
Peningkatan
volume tidal, volume ventilasi satu menit dan ambilan O2 satu menit terjadi
pada wanita hamil. Perubahan ini memungkinkan terjadinya peningkatan penyampaian
oksigen ke janin dan perifer. Perubahan ini juga menyebabkan alkalosis
respiratorik ringan pada ibu yang dikompensasi oleh peningkatan ekskresi
bikarbonat ginjal. Progesteron mungkin bertanggung jawab untuk berbagai perubahan
ini. Hemoglobin janin mengikat O2 pada tekanan parsial yang lebih rendah
dibandingkan dengan hemoglobin dewasa ibu. Hal ini menyebabkan terjadinya
transfer O2 dari ibu ke janin di dalam plasenta. Banyak wanita hamil mengalami
gejala sesak napas tanpa adanya suatu kelainan. Alasan untuk hal ini masih
belum jelas.
Testosterone yang disekresi oleh testis atau disuntikan ke dalam tubuh
akan menimbulkan hipertrofi mukosa laring dan pembesaran laring. Pengaruh
terhadap suara pada awalnya secara relative menjadi lebih tidak sinkron “suara
serak” namun secara bertahap berubah menjadi suara orang dewasa maskulin yang
khas.
I. Hubungan
Sistem Reproduksi dengan Sistem Hematologi
Wanita
hamil mengalami anemia ringan. Produksi hemoglobin dan massa total sel darah
merah pada ibu meningkat selama kehamilan akibat meningkatnya produksi
eritropoietin. Volume vaskular maternal meningkat sangat banyak. Hal ini
menyebabkan anemia dilusional ringan yang melindungi ibu dari kehilangan
hemoglobin yang berlebihan saat persalinan. Kebutuhan zat besi pada kehamilan
normal harus memenuhi kebutuhan produksi sel darah merah ibu dan janin, jumlah
totalnya sekital 1,0 gram. Sebagian besar diperlukan selama paruh kedua massa
kehamilan. Jumlah zat besi yang diabsorpsi dari makanan saja, juga dimobilisasi
dari penyimpanan ibu, mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Wanita hamil mengalami leukositosis ringan yang dapat menjadi
jelas selama persalinan dan pasca persalinan. Etiologi leukositosis ringan pada
awal kehamilan ini belum jelas. Namun demikian leukositosis yang terjadi selama
persalinan menyerupai leukositosis yang berhubungan dengan latihan fisik berat
dimana sel daah putih yang sebelumnya tidak tampak kembali masuk kesirkulasi
aktif. Wanita hamil mengalami hiperkoagulabilitas. Peningkatan koagulabilitas
terjadi karena adanya peningkatan sintesis pro-koaguan di hati. Sampai 8 persen
wanita akan mengalami trombositopenia ringan. Ini biasanya tidak menyebabkan
diatesis perdarahan. Mekanisme terjadinya trombositopenia belum di ketahui
dengan jelas.
J. Hubungan
Sistem Reproduksi dengan Sistem Imunologi
Pada
endometriosis didapatkan adanya perubahan dari sistem imun berupa defisiensi
dari sistem imun. Dari studi penderita endometriosis didapatkan perubahan
beberapa komponen imunologi pada zalir peritoneal antara lain makrofag fagosit,
monosit sel NK, limsosit Tc, sel B, mediator inflamasi seperti komplemen dan
sitokin, dan sel-sel perusak sel endometriosis yang memungkinkan terjadinya
perlekatan, migrasi dan angiogenesis.
Adapun
bentuk rangsangan yang terjadi pada endometriosis peritoneal adalah terjadinya
reaksi inflamasi yang terus menerus terjadi akibat adanya regurgitasi darah
haid yang terjadi pada 80-90 % wanita normal dengan tuba paten. Darah
haid tersebut terdiri dari cairan ekstraselular, darah, jaringan endometrium
yang lepas yang mengandung sel-sel endometrium baik yang mati maupun yang masih
hidup (viable). Regurgitasi ini terjadi akibat kontraksi uterus yang
ritmik atas pengaruh prostaglandin F2 pada saat haid dan terjadi pula
hipotoni relatif dari sambungan uterotuba (uterotubal junction). Hal ini
dibuktikan dengan ditemukannya sel-sel endometrium dalam cairan peritoneal
mencapai 90 % pada wanita normal.
Dari
analisis biokimiawi sel-sel endometrium yang berada pada debris darah haid ternyata
mengandung PGF2α dan pengaruh hormon seks steroid terhadap sel ini
menunjukkan kemampuan mitosis yang lebih tinggi di banding sel endometrium.
Setelah terjadinya regurgitasi tersebut, debris haid yang masuk ke rongga
peritoneum mengandung sel darah, jaringan-jaringan yang mati dan sel-sel
endometrium yang mati maupun yang masih hidup. Ini semua dibersihkan oleh satu
sistem pembersih dan penghancuran sebagai respon dari rongga peritoneum. Sistem
ini disebut sebagai sistem pengumpulan dan pembuangan sampah haid (Garbage
Collection and Disposal System)
Sistem
ini berlangsung berulang-ulang sesuai siklik haid yang terjadi, oleh sebab itu
faktor imunitas berperan sangat penting. SPPSH atau GCDS ini diperankan oleh
sistem imun humoral atau selular.
Pada sistem SPPSH yang
dimediakan oleh imunitas selular dilakukan oleh sel limfosit T baik itu T cytoxic,
T helper, T suppresor, monosit dan makrofag pada sel NK dan
sel K
Dan
penyakit lain yang akan timbul pada manusia kerena menurunnya kekebalan tubuh
atau sistem imun berbeda-beda, dan salah satu penyakit pada sistem reproduksi
yang bisa menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh pada manusia secara
fatal yaitu HIV/AIDS.
AIDS
adalah sutu syndrome menurunnya sistem kekebalan tubuh, AIDS termasuk penyakit seksual
menular (PMS) , defisiensi sistem kekebalan tubuh dapat diperoleh melalui
keturunan. Defesiensi yang diwariskan tersebut umumnya mencerminkan kegagalan
pewarisan suatu gen kepada generasi berikut sehingga dihasilkan makrofag yang
tidak mampu mencerna dan menghancurkan organisme penyerbu, contohnya adalah
severe combined immunodeficiency (SCID). Penderita SCID mengalami kekurangan
limfosit B dan T, sehingga harus tinggal di lingkungan steril agar tidak
terkena infeksi.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di dalam makalah ini dapat di ambil
kesimpulan bahwa , sistem – sistem di dalam tubuh manusia dalam kinerjanya
saling bekerja sama antara satu dengan yang lain. Jika salah satu sistem dalam
tubuh manusia mengalami gangguan atau hambatan maka tidak menutup kemungkinan
akan mempengaruhi kinerja dari sistem yang lain, inilah yang menunjukan adanya
keterkaitan antar sistem dalam tubuh manusia . Tertera di dalam makalah ini
kami membahas tentang Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem lainnya , dimana
ketika sistem lain mengalami gangguan maka akan berpengaruh pada proses sistem
reproduksi manusia begitu pula sebaliknya.
B. Saran
Agar pembaca dapat mengetahui sistem apa saja yang
terlibat di dalam sistem reproduksi , dan sistem apa yang berhubungan pada
sistem reproduksi pada saat sistem reproduksi pada manusia mengalami gangguan
ataupun sebaliknya. Serta pembaca dapat mengetahui dan dapat menanggulangi
supaya komplikasi lain tidak terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Gibson,
John . 2003 . Fisiologi dan Anatomi
Modern untuk Perawat, Ed. 2 .Jakarta : EGC
Syaifuddin.
1997. Anatomi dan Fisiologis untuk
Mahasiswa Perawatan. Jakarta : EGC
Norwitz
and Schorge.2006. At a Glance Obstetri & Ginekologi .Jakarta:Erlangga
Medical Series
Tidak ada komentar:
Posting Komentar