Minggu, 17 Maret 2013

Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Lainnya


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sistem reproduksi adalah sekelompok struktur terorganisir yang memungkinkan penciptaan, atau reproduksi, kehidupan baru bagi kelanjutan spesies. Reproduksi manusia adalah seksual, yang berarti bahwa baik laki-laki dan seorang perempuan memberikan kontribusi materi genetik dalam pembentukan individu baru.
Di dalam sistem reproduksi ini terdapat hubungan yang saling berkaitan dengan sistem lainnya di dalam tubuh. Keterkaitan hubungan sistem reproduksi dengan berbagai sistem lain di dalam tubuh ini dipengaruhi oleh hormon-hormon pada reproduksi yaitu hormon testosteron pada kelenjar testis dan hormon esterogen dan progesteron pada kelenjar ovarium. Hormon-hormon inilah yang memberikan kaitan antara sistem reproduksi dengan sistem lainnya. Contoh lain pada sistem reproduksi wanita misalnya wanita hamil biasanya mengalami mual dan muntah yang artinya terdapat keterkaitan antara sistem reproduksi dengan sistem gastrointestinal. Dengan melihat hubungan tersebut pada makalah ini penulis akan membahas hubungan sistem reproduksi dengan berbagai sistem lainnya yamg ada di dalam tubuh manusia.Seluruh sistem yang ada di dalam tubuh manusia pasti dalam kinerjanya akan selalu berhububungan antara satu dengan yang lain oleh karena itu di dalam makalah ini akan dibahas hubungan sistem reproduksi dengan sistem lainnya seperti ;
a.       Sistem Reproduksi dengn Sistem Kardiovaskuler
b.      Sistem Reproduksi dengan Sistem Saraf
c.       Sistem Reproduksi dengan Sistem Urinaria
d.      Sistem Reproduksi dengan Sistem Integumen
e.       Sistem Reproduksi dengan Sistem Muskuloskeletal
f.       Sistem Reproduksi dengan Sistem Pencernaan
g.      Sistem Reproduksi dengan Sistem Hematologi
h.      Sistem Reproduksi dengan Sistem Imunologi


B.     Rumusan Masalah
Ada pun rumusan masalah yang di jelaskan pada makalah ini, sebagai berikut:
1.      Bagaimana Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Kardiovaskuler ?
2.      Bagaimana Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Saraf ?
3.      Bagaimana Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Urinaria ?
4.      Bagaimana Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Integumen ?
5.      Bagaimana Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Muskuloskeletal ?
6.      Bagaimana Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Pencernaan ?
7.      Bagaimana Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Hematologi ?
8.      Bagaimana Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Imunologi ?
C.     Tujuan
Tujuan yang di inginkan dalam pembuatan makalah ini, sebagai berikut:

1.      Untuk mengetahui hubungan sistem reproduksi dengan sistem Kardiovaskuler
2.      Untuk mengetahui hubungan sistem reproduksi dengan sistem Saraf
3.      Untuk mengetahui hubungan sistem reproduksi dengan sistem Urinaria
4.      Untuk mengetahui hubungan sistem reproduksi dengan sistem Integumen
5.      Untuk mengetahui hubungan sistem reproduksi dengan sistem Muskuloskeletal
6.      Untuk mengetahui hubungan sistem reproduksi dengan sistem Pencernaan
7.      Untuk mengetahui hubungan sistem reproduksi dengan sistem Hematologi
8.      Untuk mengetahui hubungan sistem reproduksi dengan sistem Imunologi










BAB II
PEMBAHASAN
Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem lain
A.    Sistem Reproduksi dengan Sistem Kardiovaskuler
Sistem reproduksi wanita dan laki-laki menerima darah oleh pembuluh darah yang merupakan cabang-cabang dari pembuluh darah besar dalam tubuh, dengan sentral pada jantung, sehingga jika terdapat kelainan pada jantung contohnya cardiomyopathy, kelainan katub jantung, arritmia.  Maka akan berakibat juga pada organ-organ reproduksi, misalnya pada laki-laki sering terjadi disfungsi ereksi, ketidak mampuan dalam melakukan hubungan seksual karena penambahan beban jantung saat aktifitas coitus. Dan jika seorang wanita hamil maka beban jantung bertambah berat, akibatnya jika sudah ada penyakit jantung maka penyakitnya jantungnya akan bertambah parah, dan penyakit jatung tersebut akan mengakibatkan komplikasi pada kehamilannya sehingga bisa terjasi abrtus, BBLR, kematian janin dan ibu saat hamil dan bersalin. Saat seseorang berhubungan seksual aliran darahnya akan meningkat. Jika aliran darah meningkat, maka kebutuhan energi dan metabolismenya pun meningkat. Meningkatnya kebutuhan energi dan metabolisme ini akan memacu jantung berdetak lebih cepat. Bila kondisi jantung tidak normal, detak jantung yang semakin cepat dapat membuat beban jantung semakin berat. Kondisi ini bisa berakibat pada gagal jantung.
Pada dua trimester pertama kehamilan, volume darah ibu yang bersirkulasi meningkat 40% (dari 3500 cm³ menjadi 5000 cm³). Penambahan volume ini disebabkan oleh menguatnya sistem renin-angiotension. Estrogen plasenta meningkatkan produksi angiotensinogen oleh hati, dan estrogen bersama dengan progesteron meningkatkan produksi enzim proteolitik, renin oleh ginjal. Renin memecah angiotensinogen untuk membentuk angiotensin I, yang dikonversi menjadi angiotensin II (AII) di dalam paru dan tempat lain. Peningkatan jumlah AII bekerja pada zona glomerulosa kelenjar adrenal untuk meningkatkan produksi aldosteron. Aldosteron merangsang penambahan volume melalui retensi natrium dan air. Kapasitas pengangkut oksigen harus dipertahankan saat terjadinya peningkatan volume darah yang bersirkulasi. Absorpsi besi meningkat untuk memenuhi kebutuhan akan peningkatan hemoglobin selama terjadi penambahan volume.
Hilangnya respon vaskuler perifer terhadap AII menyertai peningkatan volume darah yang bersirkulasi. AII merupakan vasokonstriktor poten  dan hilangnya respon AII menyebabkan penurunan tekanan darah ibu selama awal trimester kedua. Hipotensi relatif ini terlihat pada sebagian besar wanita yang hamil walaupun terdapat peningkatan kadar AII. Tekanan darah ibu perlahan-lahan akan meningkat seperti kadar sebelum kehamilan pada trisemester ketiga. Progesteron merangsang relaksasi otot polos secara keseluruhan sehingga berperan pada perubahan tekanan darah ibu.
Gangguan Pada Sistem Cardiovaskular, dapat terjadi peningkatan kolesterol, HDL turun, LDL tinggi sehingga timbul penyakit jantung koroner. Karena terbukti bahwa progesteron dapat menurunkan kadar HDL sehingga LDL dalam kondisi normal.
·         Peran Vaskuler (Pembuluh Darah)
Ereksi sebenarnya sangat terkait dengan darah dan pembuluh darah. Ereksi disebabkan darah yang mengisi rongga penis sampai maksimal (dibatasi ukuran rongga, pembatas tunica albuginea). Proses pengisian ini membutuhkan pembuluh darah yang berfungsi baik. Tingkat ereksi tergantung pada keseimbangan aliran darah arteri menuju dan keluar dari rongga penis. Ketika aliran darah arteri rendah atau sedikit maka penis dalam kondisi tidak ereksi (flaccid). Bila aliran darah arteri menuju rongga penis meningkat dan aliran darah vena keluar terhambat, maka darah akan mengisi rongga penis, terjebak disana dan terjadilah ereksi. Banyak sedikitnya aliran darah dipengaruhi vasokonstriksi dan vasodilatasi pembuluh darah. Kedua hal tersebut terjadi karena kemampuan kontraksi dan relaksasi otot polos dinding pembuluh.

B.     Sistem Reproduksi dengan Sistem Saraf
Sistem reproduksi dipersyarafi oleh saraf yang merupakan cabang dari saraf yang keluar dari tulang belakang dengan koordinasi pada otak. Jika terjadi kelainan ada saraf tersebut maka akan mengakibatkan gangguan pada sistem reporduksi, misalnya disfungsi ereksi, dan gangguan ejakulasi.

Sistem saraf merupakan salah satu bagian yang menyusun sistem koordinasi yang bertugas menerima rangsangan, menghantarkan rangsangan ke seluruh bagian tubuh, serta memberikan respons terhadap rangsangan tersebut.
Pengaturan penerima rangsangan dilakukan oleh alat indera, pengolah rangsangan dilakukan oleh saraf pusat yang kemudian meneruskan untuk menanggapi rangsangan yang datang dilakukan oleh sistem saraf dan alat indera.
Ereksi adalah proses yang otonom atau tidak bisa dikontrol karena melibatkan otot polos pembuluh darah dan jaringan erektil. Pada saat kondisi flaccid, saraf otonom yang dominan adalah saraf simpatis. Saraf simpatis mempunyai efek merangsang kontraksi otot polos pembuluh darah dan jaringan erektil. Akibatnya, karena terjadi vasokonstriksi arteri dan kontraksi otot polos jaringan erektil (corpus cavernosum dan spongiosa) maka aliran menuju rongga penis akan rendah. Sebaliknya pada saat kondisi ereksi, stimulasi parasimpatis dominan. Parasimpatis menyebabkan vasodilatasi arteri dan relaksasi otot polos jaringan erektil sehingga aliran darah ke penis meningkat.
Ketika seorang pria telah mencapai tingkat rangsangan yang cukup, ejakulasi pun dimulai. Pada titik itu, di bawah kendali sistem saraf parasimpatik, air mani yang mengandung sperma dimuncratkan keluar. Air mani yang dikeluarkan melalui uretra disertai dengan irama kontraksi. kontraksi ritmis ini adalah bagian dari ejakulasi laki-laki. Mereka dihasilkan oleh otot bulbospongiosus di bawah kendali refleks tulang belakang pada tingkat saraf tulang belakang S2-4 melalui saraf pudenda. Ejakulasi laki-laki yang khas berlangsung beberapa detik.
Sumber sinyal syaraf sensoris yang paling penting untuk memulai aksi seksual pria adalah glans penis. Glan penis mengandung sistem organ-akhir sensorik yang sangat sensitif yang meneruskan modalitas sensasi khusus yang disebut sensasi seksual kedalam sistem syaraf pusat. Aksi gesekan meluncur pada hubungan seksual terhadap glans penis merangsang organ-akhir sensoris, dan sinyal sensasi seksual selanjutnya menjalar syaraf pudendus, kemudian melalui pleksus sakralis kedalam bagian sakral dari medula spinalis, dan akhirnya dari medula sampai ke daerah yang belum diidentifikasi dari otak.
Implus dapat juga masuk ke medula spinalis dari daerah yang berdekatan dengan penis untuk membantu merangsang aksi seksual. Contohnya, rangsangan pada epitel anus, skrotum, dan struktur perinium secara umum dapat mengirim sinyal ke medula yang akan meningkatkan sensasi seksual. Sensasi seksual bahkan dapat berasal dari struktur internal, seperti diarea uretra, kandung kemih, prostat, vesikulaseminalis, testis, dan vas deferens. Bahkan salah satu penyebab dari dorongan seksual adalah pengisian organ seksual dengan sekret. Infeksi ringan dan inflamasi pada organ seksual ini kadang-kadang menyebabkan hasrat seksual yang terus menerus dan beberapa obat afrodisiak seperti cantharidan meningkatkan hasrat seksual dengan mengiritasi kandung kemih dan mukosa uretra yang akan menginduksi inflamasi dan kongesti vaskular.
Seperti pada aksi seksual pria, keberhasilan kinerja dari aksi seksual wanita bergantung baik pada rangsangan fisik maupun pada rangsangan seksual setempat. Membayangkan pikiran seksual dapat membangkitkan hasrat seksual wanita dan hasrat ini akan sangat membantu dalam kinerja aksi seksual wanita. Hasrat semacam ini sebagian besar didasarkan pada kebiasaan latar belakang seseorang demikian juga keinginan fisiologinya, walaupun hasrat seksual tidak akan meningkatkan sebanding dengan kadar hormon-hormon seksual yang disekresikan. Hasrat juga berubah selama siklus bulanan seksual, mencapai puncaknya menjelang ovulasi, kemungkinan karena kadar sekresi estrogen yang tinggi selama periode praovulasi.
Rangsangan seksual setempat pada wanita terjadi kurang lebih sama seperti pria, karena pemijatan dan tipe rangsangan lain pada vulva, vagina dan daerah perineal lainya dapat menciptakan sensasi seksual. Glans klitoris sangat peka untuk membangkitkan sensasi seksual.
Seperti pada pria, sinyal sensoris seksual diteruskan ke segmen sakralis medula melalui saraf pudendus dan pleksus sakralis. Sekali sinyal ini masuk ke medula spinalis, sinyal akan diteruskan ke serebrum. Refleks setempat yang terintegrasi pada segmen sakralis dan lumbalis medula spinalis juga bertanggung jawab terhadap sebagian pembentukan reaksi pada organ seksual wanita.

C.     Sistem Reproduksi dengan Sistem Urinaria
Keduanya sangat berhubungan khususnya secara anatomi, pada laki-laki uretra bergabung dengan tempat penyaluran keluar sperma, pada wanita uretra berdekatan dengan vagina dan terletak pada vesti bulum di vulva, selain itu vesica urinaria berada di depan uterus.
Jika terjadi infeksi pada saluran kencing maka akan mudah pula terjadi infeksi pada sistem reproduksi atau sebaliknya.
Laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate, GFR) maternal dan aliran plasma ginjal (renal plasma flow, RPF) mulai meningkat pada awal kehamilan. Pada pertengahan kehamilan, GFR maternal meningkat sebesar 50%; dan tetap meningkat selama kehamilan. Sebaliknya RPF maternal mulai menurun pada trisemester ketiga. Ini menyebabkan fraksi filtrasi ginjal meningkat selama sepertiga akhir kehamilan. Akibat  peningkatan GRF, kreatinin dan ureum serum pada kehamilan lebih rendah dibandingkan pada keadaan tidak hamil. Bersihan kreatinin meningkat.
Peningkatan natrium yang terfiltrasi sebesar 60-70% juga menyertai peningkatan GFR. Progesteron menyebabkan terjadinya buangan natrium dengan cara mempengaruhi resorpsi natrium pada tubulus proksimal ginjal. Sebagai responnya, aldosteron meningkat sekitar 2-3 kali kadar normal.
Kapasitas reabsorpsi tubulus ginjal yang relatif tetap disertai dengan peningkatan GFR menyebabkan penurunan reabsorpsi glukosa dari tubulus proksimal pada ginjal wanita hamil. Dengan demikian glukosa dapat terdeteksi dalam urin pada 15% wanita hamil yang normal. Namun setiap wanita hamil dengan glikosuria harus diperiksa apakah mengalami diabetes atau tidak.
Volume cairan urin yang terdapat di dalam pelvis ginjal dan ureter dapat meningkat dua kali lipat pada separuh akhir kehamilan. Sistem pengumpul ginjal berdilatasi selama kehamilan akibat obstruksi mekanis oleh uterus yang hamil disertai dengan efek relaksasi dari progesteron terhadap otot polos. Dilatasi ini menurunkan kecepatan aliran urin di sepanjang sistem renal dan meningkatkan risiko terjadinya infeksi ginjal akut pada ibu.

D.    Sistem Reproduksi dengan Sistem Integumen
Ujung saraf di kulit dan subkutan berespon terhadap stimulus erotik dan berkontribusi terhadap kepuasan seksual. Gerakan menghisap bayi pada puting susu ibu menstimulasi ujung saraf di kulit dan menyebabkan keluarnya ASI.
Kelenjar susu (modifikasi dari kelenjar keringat) memproduksi ASI. Kulit mengalami pelebaran (hiperplasia) selama kehamilan terkait pertumbuhan fetus. Hormon-hormon seks mempengaruhi distribusi rambut, sel adiposa dan perkembangan kelenjar payudara. Jika seorang wanita tidak menghasilkan estrogen dan progesteron antara lain kulit menjadi kering, menipis, keriput, kuku rapuh, gatal-gatal, mata kering, selaput lendir pada mulut kering dan mudah terjadi luka, mukosa vagina menjadi kering sehingga sakit saat berhubungan.
Pada masa kehamilan, hormon melanotropik yang bersirkulasi meningkat selama kehamilan akibat peningkatan produksi molekul prekursor POM-C. MSH meningkatkan wana kulit menjadi lebih gelap di daerah pipi (kloasma/topeng kehamilan) dan warna yang lebih gelap pada darah linea alba, yaitu suatu garis yang sedikit berpigmen pada kulit dari umbilikus sampai pubis. Rambut juga dapat mengalami kerontokan akibat sinkronisasi siklus pertumbuhan folikel rambut selama kehamilan. Hubungan sistem reproduksi dengan sistem integumen juga dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron. Gangguan yang dapat terjadi pada sistem integumen jika seorang wanita tidak menghasilkan estrogen dan progesteron antara lain kulit menjadi kering, menipis, keriput, kuku rapuh, gatal-gatal, mata kering, selaput lendir pada mulut kering dan mudah terjadi luka, mukosa vagina menjadi kering sehingga sakit saat berhubungan. Rambut menipis dan tumbuh bulu diatas bibir.
Pada reproduksi pria, terdapat perbedaan kulit pada penis yang di sirkumsisi dan yang tidak di sirkumsisi. Pada pria yang tidak disunat (sirkumsisi), kulit depan (preputium) membentang mulai dari korona menutupi glans penis. Selain itu, saat memasuki usia pubertas terjadi perubahan pada sistem integumen diantaranya tumbuhnya rambut pada daerah aksila dan pubis, serta terdapat kumis, jenggot, bulu dada, dan bulu kaki yang lebih lebat. Hal ini dipengaruhi oleh hormon testosteron dan genetik.
Testosterone menigkatkan ketebalan kulit di seluruh tubuh dsn meningkstksn kesasaran jaringan subkutan. Testosterone juga meningkatkan kecepatan sekresi beberapa atau mungkin semua kelenjar sebasea tubuh. Yang paling penting adalah kelebihan sekresi oleh kelenjar sebasea wajah, karena hal tersebut dapat menyebabkan akne. Oleh karena itu, akne merupakan salah satu, gambaran umum dari remaja pria ketika tubuh pertama kali mengenali peningkatan sekresi testosterone.
Baik pada anak laki-laki maupun perempuan mengalami perubahan kulit, kelenjar minyak menjadi lebih aktif, yang menyebabkan jerawat dan bintik hitam. Kelenjar keringat menghasilkan keringat lebih banyak yang menyebabkan bau badan. Pembuluh-pembuluh darah kulit berdilatasi sebagai respon terhadap rangsangan emosional, yang menyebabkan blusing (kemerahan).

E.     Sistem Reproduksi dengan Sistem Muskuloskeletal
Hilangnya massa tulang pada wanita sebenarnya dimulai pada usia 30an. Keadaan ini terjadi lebih cepat pada menopause. Kehilangan massa tulang yang paling cepat terjadi dalam 3-4 tahun pertama setelah menopouse. Gejala ini terjadi lebih cepat pada wanita yang merokok dan sangat kurus. Tempat yang paling sering terjadi fraktur akibat osteoporosis adalah korpus vetebra, suatu akibat yang secara klinis mungkin dikeluhkan sebagai nyeri punggung. Femur bagian atas, humerus, iga, dan lengan bagian distas juga sering terkena akibat kehilangan masa tulang pasca menopouse. Fraktur femur bagian atas yang mengenai sendi panggul dapat membahayakan nyawa karena adanya resiko tromboemboli vena yang menyertai. Osteoporosis yang disebabkan oleh difisiensi estrogen yang berkepanjangan meliputi penurunan kuantitas tulang tanpa perubahan pada komposisi kimianya. Pembentukan tulang oleh osteblas normal pada wanita yang mengalami defisiensi estrogen namun kecepatan resorpsi tulang oleh osteoklas meningkat. Tulang trabekular adalah yang pertama terkena, diikuti oleh tulang kortikal. Estrogen tampaknya bekerja berlawanan dengan efek hormon paratiroid pada mobilisasi kalsium. Hal ini terjadi sebagai efek langsung dari estrogen pada tulang karena reseptor estrogen di temukan pada sel-sel tulang yang dikultur.
Pada reproduksi pria, penis dilalui oleh sebagian dari uretra yang bekerja sebagai jalannya sperma maupun untuk ekskresi urin. Otot sfingter kecil mencegah masuknya sperma ke dalam vesica urinaria dan mencegah keluarnya sperma dan urin secara bersama-sama. Saat terdapat rangsangan seksual, otot-otot dasar pelvis (bulbocavernosus dan ischiocavernosus) ikut berperan pada ereksi, tetapi sebagian besar ereksi ini disebabkan oleh perubahan pada ketiga jaringan batang spongiosa tersebut. Pembuluh darah yang terdapat di dalam batang spongiosa mengalami dilatasi dan cepat terisi dan digembungkan oleh darah apabila terjadi respon terhadap rangsangan seksual yang menyebabkan saraf-saraf autonom memacu dinding-dinding otot polosnya. Bila cavernae terisi darah, maka penis akan menjadi keras, berdiri tegak, dan mengarah ke depan.



Peningkatan otot yang mengikuti masa pubertas menjadi salah satu karakteristik pria terpenting. Rata-rata sekitar 50% massa otot pria meningkat melebihi massa otot wanita. Hal ini juga berhubungan dengan peningkatan protein di bagian lain dari tubuh tidak berotot.Banyak perubahan pada kulit juga juga disebabkan oleh penumpukan protein dikulit. Karena pengaruh testosterone dan androgen lain yang sangat besar pada otot tubuh, androgen sintetik digunakan secara luas oleh atlet untuk meningkatkan kinerja otot mereka.
F.      Sistem Reproduksi dengan Sistem Pencernaan
Gusi hiperemi, berongga, dan membengkak. Gusi cenderung mudah berdarah karena kadar estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan vaskularitas selektif dan poliferasi jaringan ikat (gingivitis tidak spesifik). Nafsu makan berubah selama ibu hamil. Pada trimester  pertama sering terjadi penurunan nafsu makan akibat mual (nausea) dan / atau muntah (vomitus). Mual dan muntah adalah masalah umum selama awal kehamilan. Banyak wanita yang merasa mual yang menyatakan keletihan. Wanita yang merasa mual sering mengatakan keletihan dari pada mereka yang tidak mual, namun wanita yang merasa mual berat mengatakan keletihan yang lebih berat. Gejala ini muncul pada sekitar setengah jumlah kehamilan dan merupakan akibat perubahan pada saluran cerna dan peningkatan kadar hCG dalam darah. Pada trimester kedua, nausea dan vomitus lebih jarang dan nafsu makan meningkat. Peningkatan nafsu makan ini memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan janinada sekitar 15% sampai 20% wanita hamil, herniasi bagian atas lambung (hiatus hernia) terjadi setelah bulan ke tujuh atau ke delapan kehamilan. Peningkatan produksi estrogen menyebabkan penurunan sekresi asam hydrochloride. Peningkatan produksi progesterone menyebabkan tonus dan motilitas otot polos menurun, sehingga terjadi regergitasi esofagus, peningkatan waktu pengosongan lambung, dan peristalsis balik. Kandung empedu cukup sering distensi akibat penurunan tonus otot selama masa hamil. Peningkatan waktu pengosongan dan pengentalan empedu biasa terjadi. Gambaran ini, bersama hiperkolesterolemia ringan akibat peningkatan kadar progesterone, dapat menyebabkan pembentukan batu empedu selama masa hamil.



G.    Sistem Reproduksi dengan Sistem Endokrin
      FSH merangsang spermatogenesis, sedangkan LH merangsang sekresi testosterone dan mempertahankan spermatogenesis.Kerja FSH dan testosterone terlaksana dengan jalan merangsang sel sertoliuntuk membentuk senyawa yang diperlukan untuk maturasi sperma. Sekresi FSH diatur melalui mekanisme umpan balik negative yaitu peningkatan sekresi dari sel sertoli
Efek testosteron ;
1.      Pada janin : merangsang diferensiasi dan perkembangan alat genital kearah pria, pengatur pola jantan (pria), dan pengontrolan hipotalamus terhadap sekresi gonadotropin setelah pubertas.
2.      Pada pubertas : mempengaruhi sifat kelamin sekunder yaitu perkembangan bentuk tubuh, perkembangan alat genital, distribusi rambut, pembesaran laring, dan sifat agresif.
     Fungsi seksual dan reproduksi wanita dibagi dalam dua fase yaitu persiapan tubuh untuk konsepsi dan kehamilan (periode kehamilan).
                 Sistem hormon wanita :
1.      Luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH)/hormone releasing hipotalamus: hormone dari hipotalamus dihasilkan di perikarion neuron hipotalamus, terikat oleh reseptor gonadotrofin untuk merangsang produksi hormon luteinizing dan merangsang follicle stimulating hormone dan penurunan produksi pelepasan gonadotrofin
2.      Hormon hipofisis anterior yaitu FSH dan LH yang disekresi akibat respon terhadap releasing hormone di hipotalamus berfungsi untuk memicu sintesis steroid di ovarium.
            Pembentukan reseptor LH : hormon disekresi akibat respon terhadap releasing hormon di hipotalamus untuk memicu sintesis steroid di ovarium. Pembentukan reseptor LH di lapisan granulosa mulai terjadi apabila terdapat peningkatan konsentrasi gonadotrofin praovulasi meskipun belum terdapat ovulasi LH yang dapat dijumpai dalam jumlah besar dalam sel-sel granulosa dan zalir folikel, meletakkan dasar kerja korpus luteum selama fase luteal.
Selama proses ovulasi, di dalam sel granulosa terjadi perubahan sintesis steroid dari estrogen menjadi progesterone. Pada proses pecahnya folikel sampai terjadinya ovulasi, vaskularisasi pada lapisan granulosa akan meningkat sehingga jumlah progesterone juga akan meningkat dalam serum.
·         Pada proses kehamilan
1.      Hormon Estrogen Ketika terjadi kehamilan pada diri seorang perempuan, maka tubuh bereaksi dengan membentuk perubahan-perubahan dan segera memproduksi hormon-hormon kehamilan guna mendukung kelangsungan kehamilan. Hormon-hormon kehamilan ini bertujuan guna mendukung kehamilan yang berlangsung khususnya agar janin dapat tumbuh dan berkembang dengan baik dan sehat. Ada baiknya para ibu hamil mengetahui mengenai hormon yang diproduksi selama kehamilan berikut fungsi dan efek yang dihasilkan olehnya, agar tidak terjadi salah pengertian atau malah menjadikannya mitos kehamilan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi selama kehamilan.Berikut ini adalah beberapa hormon yang diproduksi selama kehamilan, berikut fungsi dan dampak yang dihasilkan, yaitu:
2.      Hormon Kehamilan HCG (Human Chorionic Gonadotrophin)
Hormon kehamilan ini hanya ditemukan pada tubuh seorang wanita hamil yang dibuat oleh embrio segera setelah pembuahan dan karena pertumbuhan jaringan plasenta. Hormon kehamilan yang dihasilkan oleh villi choriales ini berdampak pada meningkatnya produksi progesteron oleh indung telur sehingga menekan menstruasi dan menjaga kehamilan. Produksi HCG akan meningkat hingga sekitar hari ke 70 dan akan menurun selama sisa kehamilan. Hormon kehamilan HCG mungkin mempunyai fungsi tambahan, sebagai contoh diperkirakan HCG mempengaruhi toleransi imunitas pada kehamilan. Hormon ini merupakan indikator yang dideteksi oleh alat test kehamilan yang melalui air seni. Jika, alat test kehamilan mendeteksi adanya peningkatan kadar hormon HCG dalam urine, maka alat test kehamilan akan mengindikasikan sebagai terjadinya kehamilan atau hasil test positif Dampak. Kadar HCG yang tinggi dalam darah menyebabkan mual-muntah (morning sickness).
3.      Hormon Kehamilan HPL (Human Placental Lactogen)
Adalah hormon yang dihasilkan oleh plasenta, merupakan hormon protein yang merangsang pertumbuhan dan menyebabkan perubahan dalam metabolisme karbohidrat dan lemak. Hormon kehamilan ini  berperan penting dalam produksi ASI. Kadar HPL yang rendah mengindikasikan plasenta yang tidak berfungsi dengan baik.

·         HAID
Siklus haid melibatkan kelenjar hipotalamus, kelenjar hipofise, kelenjar ovarium dan endometrium. Keempatnya ini akan saling mengirim signal dan saling mempengaruhi. Hipotalamus yang berada ada sella tursika menghasilkan hormon Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) yang terdiri dari FSH-RH dan LH-RH. Pertama FSH-RH dihasilkan dan efeknya akan memberi pengaruh pada hipofise sehingga hipofise menghasilkan FSH. FSH ini akan mempengaruhi ovarium, yang mengakibatkan terjadinya gametogenesis (Oogenesis). Pada proses oogenesis, follikel akan berkembang dari follikel primer sampai dengan follikel de graff. Saat pada follikel ini sudah terbentuk apisan-lapisan (teka follikel) maka sel-sel pada teka interna akan menghasillkan hormon estrogen. Hormon estrogen ini akan menimbulkan proliferasi dari dinding endometrium. Apabila sel telur sudah matang (sudah menjadi follikel de garff) atau saat garis tengah follikel mencapai 18 – 22 µm dan konsentrasi estrogen mencapai 600-1200 pmol/lt, hipotalamus akan menerimanya sebagai signal bahwa follikel sudah matang dan diperlukan proses selanjutnya, sehingga hipotamus mengeluarkan GnRH kedua yaitu LH-RH, dan mengakibatkan hipofise mengeluarkan hormon LH dan terjadi lonjakan kadar LH, yang berakibat pecahnya follikel de graff atau terjadi OVULASI. Bekas cangkak dari follikel de graff yang sudah pecah akan tetap di dalam ovarium dan disebut Corpus Luteum. Corpus luteum ini menghasilkan hormon progesteron. Hormon ini akan menyebabkan dinding endometrium menjadi berkelok-kelok dan semakin menebal (fase sekresi). Penebalan dinding rahim ini disiapkan untuk proses implantasi hasil konsepsi. Jika tidak terjadi konsepsi, corpus luteum hanya akan bertahan dalam waktu pendek (14 hari), dan setelah itu berdegenerasi menjadi corpus albicans. Dan hormon progesteron tidak dihasilkan lagi sehingga proses penebalan dinding endometrium terhenti, dan terjadilah peluruhan dinding rahim yang disebut menstruasi/haid.
Selain estrogen dan progesteron,wanita juga menghasilkan hormon testoseteron dalam jumlah yang sangat sedikit. Hormon ini berfungsi untuk merangsang dorongan seksual dan merangsang pembentukan otot, tulang, kulit, organ seksual dan sel darah merah.
Hormon ini selain dihasilkan oleh ovarium juga dihasilkan oleh kelenjar endokrin.
Fungsi hormon testosteron Pada Pria :
1.      Memacu pertumbuhan penis dan testis/karakteristik seks primer pria.
2.      Memacu pertumbuhan karakteristik seks sekunder laki-laki
3.      Memacu spermatogenesis.
4.      Mempengaruhi perilaku seksual laki-laki

H.    Sistem Reproduksi dengan Sistem Respirasi
Peningkatan volume tidal, volume ventilasi satu menit dan ambilan O2 satu menit terjadi pada wanita hamil. Perubahan ini memungkinkan terjadinya peningkatan penyampaian oksigen ke janin dan perifer. Perubahan ini juga menyebabkan alkalosis respiratorik ringan pada ibu yang dikompensasi oleh peningkatan ekskresi bikarbonat ginjal. Progesteron mungkin bertanggung jawab untuk berbagai perubahan ini. Hemoglobin janin mengikat O2 pada tekanan parsial yang lebih rendah dibandingkan dengan hemoglobin dewasa ibu. Hal ini menyebabkan terjadinya transfer O2 dari ibu ke janin di dalam plasenta. Banyak wanita hamil mengalami gejala sesak napas tanpa adanya suatu kelainan. Alasan untuk hal ini masih belum jelas.
Testosterone yang disekresi oleh testis atau disuntikan ke dalam tubuh akan menimbulkan hipertrofi mukosa laring dan pembesaran laring. Pengaruh terhadap suara pada awalnya secara relative menjadi lebih tidak sinkron “suara serak” namun secara bertahap berubah menjadi suara orang dewasa maskulin yang khas.

I.       Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Hematologi
Wanita hamil mengalami anemia ringan. Produksi hemoglobin dan massa total sel darah merah pada ibu meningkat selama kehamilan akibat meningkatnya produksi eritropoietin. Volume vaskular maternal meningkat sangat banyak. Hal ini menyebabkan anemia dilusional ringan yang melindungi ibu dari kehilangan hemoglobin yang berlebihan saat persalinan. Kebutuhan zat besi pada kehamilan normal harus memenuhi kebutuhan produksi sel darah merah ibu dan janin, jumlah totalnya sekital 1,0 gram. Sebagian besar diperlukan selama paruh kedua massa kehamilan. Jumlah zat besi yang diabsorpsi dari makanan saja, juga dimobilisasi dari penyimpanan ibu, mungkin tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
      Wanita hamil mengalami leukositosis ringan yang dapat menjadi jelas selama persalinan dan pasca persalinan. Etiologi leukositosis ringan pada awal kehamilan ini belum jelas. Namun demikian leukositosis yang terjadi selama persalinan menyerupai leukositosis yang berhubungan dengan latihan fisik berat dimana sel daah putih yang sebelumnya tidak tampak kembali masuk kesirkulasi aktif. Wanita hamil mengalami hiperkoagulabilitas. Peningkatan koagulabilitas terjadi karena adanya peningkatan sintesis pro-koaguan di hati. Sampai 8 persen wanita akan mengalami trombositopenia ringan. Ini biasanya tidak menyebabkan diatesis perdarahan. Mekanisme terjadinya trombositopenia belum di ketahui dengan jelas.

J.       Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem Imunologi
Pada endometriosis didapatkan adanya perubahan dari sistem imun berupa defisiensi dari sistem imun. Dari studi penderita endometriosis didapatkan perubahan beberapa komponen imunologi pada zalir peritoneal antara lain makrofag fagosit, monosit sel NK, limsosit Tc, sel B, mediator inflamasi seperti komplemen dan sitokin, dan sel-sel perusak sel endometriosis yang memungkinkan terjadinya perlekatan, migrasi dan angiogenesis.
Adapun bentuk rangsangan yang terjadi pada endometriosis peritoneal adalah terjadinya reaksi inflamasi yang terus menerus terjadi akibat adanya regurgitasi darah haid yang terjadi pada 80-90 % wanita normal dengan tuba paten. Darah haid tersebut terdiri dari cairan ekstraselular, darah, jaringan endometrium yang lepas yang mengandung sel-sel endometrium baik yang mati maupun yang masih hidup (viable). Regurgitasi ini terjadi akibat kontraksi uterus yang ritmik atas pengaruh prostaglandin F2 pada saat haid dan terjadi pula hipotoni relatif dari sambungan uterotuba (uterotubal junction). Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya sel-sel endometrium dalam cairan peritoneal mencapai 90 % pada wanita normal.
Dari analisis biokimiawi sel-sel endometrium yang berada pada debris darah haid ternyata mengandung PGFdan pengaruh hormon seks steroid terhadap sel ini menunjukkan kemampuan mitosis yang lebih tinggi di banding sel endometrium. Setelah terjadinya regurgitasi tersebut, debris haid yang masuk ke rongga peritoneum mengandung sel darah, jaringan-jaringan yang mati dan sel-sel endometrium yang mati maupun yang masih hidup. Ini semua dibersihkan oleh satu sistem pembersih dan penghancuran sebagai respon dari rongga peritoneum. Sistem ini disebut sebagai sistem pengumpulan dan pembuangan sampah haid (Garbage Collection and Disposal System)
Sistem ini berlangsung berulang-ulang sesuai siklik haid yang terjadi, oleh sebab itu faktor imunitas berperan sangat penting. SPPSH atau GCDS ini diperankan oleh sistem imun humoral atau selular.
Pada sistem SPPSH yang dimediakan oleh imunitas selular dilakukan oleh sel limfosit T baik itu T cytoxic, T helper, T suppresor, monosit dan makrofag pada sel NK dan sel K
Dan penyakit lain yang akan timbul pada manusia kerena menurunnya kekebalan tubuh atau sistem imun berbeda-beda, dan salah satu penyakit pada sistem reproduksi yang bisa menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh pada manusia secara fatal yaitu HIV/AIDS.
AIDS adalah sutu syndrome menurunnya sistem kekebalan tubuh, AIDS termasuk penyakit seksual menular (PMS) , defisiensi sistem kekebalan tubuh dapat diperoleh melalui keturunan. Defesiensi yang diwariskan tersebut umumnya mencerminkan kegagalan pewarisan suatu gen kepada generasi berikut sehingga dihasilkan makrofag yang tidak mampu mencerna dan menghancurkan organisme penyerbu, contohnya adalah severe combined immunodeficiency (SCID). Penderita SCID mengalami kekurangan limfosit B dan T, sehingga harus tinggal di lingkungan steril agar tidak terkena infeksi.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari penjelasan di dalam makalah ini dapat di ambil kesimpulan bahwa , sistem – sistem di dalam tubuh manusia dalam kinerjanya saling bekerja sama antara satu dengan yang lain. Jika salah satu sistem dalam tubuh manusia mengalami gangguan atau hambatan maka tidak menutup kemungkinan akan mempengaruhi kinerja dari sistem yang lain, inilah yang menunjukan adanya keterkaitan antar sistem dalam tubuh manusia . Tertera di dalam makalah ini kami membahas tentang Hubungan Sistem Reproduksi dengan Sistem lainnya , dimana ketika sistem lain mengalami gangguan maka akan berpengaruh pada proses sistem reproduksi manusia begitu pula sebaliknya.

B.     Saran
Agar pembaca dapat mengetahui sistem apa saja yang terlibat di dalam sistem reproduksi , dan sistem apa yang berhubungan pada sistem reproduksi pada saat sistem reproduksi pada manusia mengalami gangguan ataupun sebaliknya. Serta pembaca dapat mengetahui dan dapat menanggulangi supaya komplikasi lain tidak terjadi.














DAFTAR PUSTAKA

Gibson, John . 2003 . Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat, Ed. 2 .Jakarta : EGC
Syaifuddin. 1997. Anatomi dan Fisiologis untuk Mahasiswa Perawatan. Jakarta : EGC
Norwitz and Schorge.2006. At a Glance Obstetri & Ginekologi .Jakarta:Erlangga Medical Series
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar